Kamis, 23 Oktober 2008

TIADA KECACATAN DALAM DIRINYA


Di stasiun Kereta Api Pasar Minggu, Jakarta Selatan, aku melihat aneka ragam manusia dengan beraneka ragam tingkah polah. Sebagian besar dari mereka jelas bertujuan untuk menaiki kereta api. Meskipun satu maksud namun berbeda arah dan berbeda motif yang melatar-belakangi tindakan mereka.
Dari sedemikian manusia aku melihat beberapa gelintir manusia yang menyatakan dirinya demi mengiba rasa kasihan dari setiap insan, setiap insan yang tengah menanti dan berlomba-lomba mengejar harapan serta cita-citanya.
Dan dari beberapa gelintir itu kusaksikan para pengiba itu mengiba memohon belas kasih mencoba untuk menyentuh relung kalbu yang terdalam. Dan beberapa gelintir dari mereka dinamakan sebagai orang cacat.
Hmm..kita sudah terbiasa dengan istilah cacat itu. Baik itu cacat tubuh/fisik maupun cacat mental. Dengan adanya sebuah kecacatan yang menyertai seseorang kita beranggapan macam-macam. Namun semua berbenang merah sama, iba !
Namun ternyata banyak pula yang mencibir dan jijik menatap kecacatan mereka. Mereka merasa lebih dan menyatakan orang-orang berkekurangan itu sebagai kaum yang memang dikehendaki terlahir demikian serta layak untuk di marjinalkan.
Lalu al faqir bertanya dengan relung kalbu terdalam. Pantaskah mereka kita panggil cacat ? Manakala benar begitu adanya maka hadirlah pertanyaan berikut, berarti ada ciptaan Tuhan yang cacat ?
Lantas dimana korelasi ayat Laqod kholaqnal fii ahsani taqwiim ?
Ya sebuah pernyataan subyektif dari Alloh Azza wa Jalla…bagaimana tidak, Alloh telah menyatakan bahwa manusia diciptakan dengan sebuah kesempurnaan.
Dan menurutku kesubyektifan Allah tersebut adalah mutlak, bukanlah sesuatu hal yang nisbi apalagi fana. Dia mutlak diatas kata-kata mutlak itu sendiri. Dia abadi diatas segala kefanaan yang ada pada makhluk…Kalau boleh ingin rasanya menyitir sebuah syair lagu dari seorang musisi bernama Andra berikut ini :

KAU begitu sempurna, dimataku KAU begitu indah…
KAU membuat diriku akan selalu memujaMU
Disetiap langkahku ku kan selalu memikirkan diriMU
Tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintaMU
Janganlah KAU tinggalkan diriku
Tak akan mampu menghadapi semua
Hanya bersamaMU ku akan bisa
KAU adalah darahku, KAU adalah jantungku
KAU adalah hidupku, lengkapi diriku..
Oh Tuhanku KAU begitu sempurna…..

Kalau saja kita dapat menyatakan hal itu kepada kekasih yang begitu kita cintai, mengapa hati ini tak mampu tersentuh dan enggan tergerak untuk berkata sama kepada Alloh (untuk kepentingan tersebut syair sedikit diubah) dan saudara-saudara kita yang berkekurangan tersebut.
Pantaskah kita meniadakan kesubyektifan Alloh dalam firman-firmanNya tersebut. Manakala kita menjawab ya, mampukah kita membuat kecacatan serupa yang ada pada diri mereka.
Padahal sesungguhnya bila kita renungi dibalik kecacatan mereka terdapat aneka kesempurnaan. Entah mungkin dengan skill yang mereka miliki, atau lewat hikmah-hikmah kehidupan yang mereka alami. Atau sebenarnya kita harus mengakui betapa sempurnanya kecacatan yang mereka miliki. Nah, bila memang begitu, dimanakah letak cacatnya manakala kita sendiri telah mampu menyatakan kesempurnaan di dalam setiap lekuk mereka.
Satu hal yang harus kita mengerti, dibalik kecacatan mereka sesungguhnya Alloh ingin menunjukan kesempurnaanNya. Dan sekaligus ia menantang manusia untuk berbuat hal yang sama, mampukah kita menciptakan produk seperti yang sering dilecehkannya tersebut.
Hmm..baru bikin produk yang cacat saja kita sudah kalah super telak, kok masih saja ada manusia yang sombong dan merasa lebih hebat dari makhluk lainnya, dimana seharusnya mereka dapat hidup saling berdampingan tanpa ada sedikitpun niat melecehkan sesama yang notabene adalah melecehkan kuasa Alloh Azizul Hakim…

Wallohu ‘alam bi showab….
Al faqir
Abi Fakhri Habibbul Haq
19/05/08

0 komentar:

Posting Komentar