Kamis, 23 Oktober 2008

NASIONALISME ISLAM VS ISLAM NASIONALISME


Semua berawal dari sebuah perdebatan di sebuah acara Talk Show yang di tayangkan di Stasiun televisi TV One hari ini, yaitu tentang suksesi kepemimpinan di Indonesia. Acara itu di hadiri oleh narasumber Idris Hady ( Aliansi Damai Penistaan Islam), Pendeta S.Sirait (Pendeta HKBP), perwakilan dari Persatuan Tionghoa Indonesia, dan salah seorang dosen dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah.
Sang moderator dan Presenter acara tersebut begitu pandai menggiring opini dan melempar bola perdebatan di antara mereka. Mereka bagai ”diadu” untuk membicarakan konsep keyakinan dari masing-masing agama tentang bagaimanakah kesiapan calon dari masing-masing agama untuk tampil sebagai calon pemimpin nasional dalam Pilpres tahun 2009.
Dan kesimpulan yang membentuk sebuah opini tersebut sama-sama kita tahu, pada akhirnya umat Islam yang ingin menegakkan syariat menjadi tersudut. Seolah-olah acara tersebut memang sengaja di disain untuk menjegal partai-partai islam tampil sebagai pemenang dalam Pemilu tahun 2009.
Virus Islamo Phobia kembali disebar dengan kemasan yang dianggap rasional. Mereka menganggap bahwa oarang-orang yang ingin menegakkan Syariat secara murni dan konsekeun hanya sekelompok orang fanatik yang radikal. Karena menurut mereka agama dan politik, atau teologi dan ideologi adalah berada di wilayah yang berbeda. Bagaikan air dengan minyak yang tak akan pernah dapat tercampur.
Betapa menyedihkannya bila umat islam digiring untuk mengiyakan pemahaman tersebut. Seperti kisah lima orang buta yang diajak seseorang untuk menilai seekor gajah dari berbagai arah. Orang buta A menilai gajah berbentuk silindris panjang berlendir dan lembek, karena ternyata ia hanya memegang bagian belalainya saja. Kemudian orang buta B menilai gajah itu berbentuk bulat, besar, tinggi, kokoh dan berbau tidak sedap. Ia berpendapat demikian karena memegang, meraba, bahkan mencium bagian bokong dari gajah. Dan seterusnya, hingga kelima orang itu bertemu dan saling beradu argumen tentang makhluk bernama gajah. Kita selaku orang diluar mereka tentu akan tersenyum simpul menyaksikan perdebatan yang terjadi diantara mereka.
Perdebatan mereka hanya menjadi pepesan kosong belaka, manakala diantara mereka terus bersikukuh mempertahankan argumen masing-masing tanpa ingin membuktikan keadaan yang sebenarnya. Namun akan menjadi lain manakala ada diantara mereka yang ingin membuktikan kebenaran tentang makhluk bernama gajah itu. Membuktikan kebenaran bukan untuk mencari sebuah pembenaran pribadi, tapi karena semata-mata hanya ingin membuktikan untuk menghindari pertengkaran yang lebih hebat lagi.
Jadi sebenarnya dalam memandang kasus perdebatan di acara talk show tersebut, atau perdebatan-perdebatan tentang islam lainnya, cara yang terbaik adalah kita harus out of the box terlebih dahulu. Janganlah kita menjadi orang buta yang jelas-jelas tak dapat melihat namun keukeuh sumeukeuh. Akuilah bahwa kita memiliki informasi yang tidak lengkap dan segeralah mencari info yang benar, akurat dan lengkap. Begitu pun buat orang-orang yang merasa tahu janganlah menjadi seperti orang di dalam cerita tersebut, seolah membimbing tapi ternyata malah menyesatkan.
Lalu seperti apakah kondisi yang sebenarnya ?
Seperti sudah penulis jelaskan dalam tulisan berjudul yu’la wa laa ya’lu alaih, bahwasannya Islam itu adalah ajaran yang tinggi dan tidak ada lagi yang lebih tinggi lagi darinya. Islam itu adalah ajaran pamungkas yang paripurna. Islam adalah ajaran yang sangat dan paling mengerti tentang keadaan dan kondisi manusia di masa lalu, kini dan yang akan datang.
Manakala sudah seperti itu berarti segala macam aspek kebutuhan manusia sudah ada dan diatur dalam Al Qur’an yang notabene nya adalah panduan umat Islam. Dan berbicara Islam disini adalah bukan saja berbicara mengenai sebuah teologi, tapi merupakan sebuah ajaran yang bersifat global untuk seluruh umat manusia yang ingin hidup selamat dan tentram. Untuk itulah kita mengenal istilah Islam Rahmatan Lil ’alamin, yang bermakna bahwa Islam adalah sebuah ajaran berbentuk sistem kehidupan, sebuah ajaran yang selamat dan menyelamatkan seluruh isi alam semesta.
Jadi manakala kita meng-out of the box-kan diri kita sesungguhnya tidak perlu ada sebuah perdebatan tentang siapa yang pantas memimpin bangsa ini, atau bahkan dunia sekalipun.
Sayangnya kini dengan sukarela kita dikotak-kotakan oleh orang-orang yang sebenarnya berada di dalam sebuah kotak pula. Sejak dahulu Islam selalu diadu dengan sebuah kepentingan bernama nasionalisme. Dan di dalam setiap sejarah Pemilu di negara ini ternyata islam senantiasa dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan bernama nasionalisme tersebut.
Para pejuang Islam dianggap tidak nasionalis, mereka dianggap primordial dan sekterian. Alasan kaum nasionalis menolak syariat Islam sangatlah klise, mereka selalu mengatasnamakan pluralisme, mereka menganggap islam hanyalah sebuah agama bukannya negara.
Mereka dan kita lupa, bahwa orang-orang islamlah yang berjuang dan merebut bangsa ini dari tangan penjajah. Bukannya kaum agama lain tidak, tapi yang paling berani menentang penjajah secara terbuka dan terang-terangan mayoritas adalah umat islam. Lalu kurang nasionalis apakah kaum muslim di Indonesia ini ?
Islam melarang ashobiyah (semangat kesukuan), jadi ternyata ajaran islam tidak pernah bertentangan dengan ajaran nasionalis. Justru Islam mengajarkan untuk mempertahankan tanah air dari tangan kaum penjajah. Ajaran islam adalah ajaran yang mengusung nasionalisme !
Dari sana kita bisa melihat bahwa sesungguhnya ajaran nasionalisme yang shahih adalah bilamana dibungkus dengan nilai-nilai keislaman. Bukannya keyakinan kita yang dibungkus oleh ajaran-ajaran nasionalis, bila begitu berarti kita adalah orang sekuler, yang senantiasa memisahkan konsep teologi islam dengan ideologi islam.
Sangatlah aneh bila ada muslim yang tidak ingin identitas keislamannya ditegakkan, itulah dia orang-orang yang mengaku islam tapi dihatinya membara jiwa nasionalisme yang salah kaprah. Yang pada akhirnya hanya melahirkan kaum oportunis dan munafik !
Islam bukanlah sebuah ajaran yang harus diperdebatkan, tapi sebuah ajaran yang harus tegak dan dijalankan, bukan hanya untuk umat muslim itu sendiri, tapi untuk seluruh umat manusia.
Wallohu ’alam bi showab......


Al Faqir
Abi Fakhri Habibbul Haq
05/08/2008

0 komentar:

Posting Komentar